Rabu, 16 November 2011

PENGARUH PENGUSAHA PENGGILING PADI TERHADAP RENDAHNYA HARGA GABAH DI KELURAHAN WAETUO KECAMATAN TANETE RIATTANG TIMUR KABUPATEN BONE

PENGARUH PENGUSAHA PENGGILING PADI TERHADAP RENDAHNYA HARGA GABAH DI KELURAHAN WAETUO KECAMATAN TANETE RIATTANG TIMUR KABUPATEN BONE


OLEH
AGUS SALIM
10596 005 09







JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2011

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1         Usaha Penggiling Padi
Peranan penggilingan padi sangat strategis, karena sebenarnya mereka dekat dengan petani. Penggilingan padi menentukan harga beras di tingkat penggilingan, termasuk juga menentukan kualitas beras, sekaligus berperan sebagai mitra petani. Pada gilirannya penggilingan padi seharusnya juga dapat membantu program pemerintah (Business News, 2010).
Usaha jasa penggilingan padi umumnya tidak berjalan penuh sepanjang tahun atau bersifat musiman, sebab gabah tidak tersedia sepanjang tahun. Kegiatan usaha jasa penggilingan padi berjalan hanya pada musim panen dan beberapa bulan setelahnya, tergantung pada besarnya hasil panen di wilayah sekitar penggilingan padi berada. Oleh karena itu, hari kerja suatu penggilingan padi dalam setahun ditentukan oleh volume hasil dan frekuensi panen di wilayah sekitarnya. Pada masa-masa di luar musim panen, biasanya pemilik dan pekerja usaha jasa penggilingan padi akan mengisi waktu mereka dengan jenis kegiatan lainnya seperti bertani dan berdagang. Oleh karena itu, banyak di antara pemilik penggilingan padi juga berprofesi sebagai pedagang beras untuk mengisi kekosongan kegiatan penggilingan padi, bila mereka mempunyai modal yang cukup untuk itu (BinaUkm.com, 2008).
Pengusaha jasa penggilingan padi yang juga berprofesi sebagai pedagang beras melakukan usaha jual beli gabah atau beras. Pembelian gabah dilakukan dari petani dan tengkulak atau pedagang pengumpul. Setelah digiling, beras yang dihasilkan dijual kepada tengkulak, pasar-pasar sekitar atau ke DOLOG setempat sesuai dengan kesepakatan. Selain itu terdapat juga pengusaha jasa penggilingan padi yang menjalin kerjasama dengan tengkulak atau pedagang pengumpul dimana tengkulak menggiling padi yang dimilikinya hanya di satu penggilingan padi tertentu. Tengkulak biasanya membeli gabah dari petani dalam bentuk gabah basah langsung di lapangan setelah panen. Selanjutnya gabah yang telah digiling di penggilingan padi mitranya dijual ke pasar-pasar sekitar atau DOLOG (BinaUkm.com, 2008).
Penggilingan padi yang juga melakukan usaha perdagangan beras biasanya memiliki armada transportasi untuk mengangkut beras yang akan dijual. Demikian juga dengan tengkulak atau pedagang pengumpul. Mereka kadang dibantu oleh calo yang bertugas mencari beras yang siap dilempar ke pasar. Jasa calo diperlukan oleh tengkulak bila mereka tidak memiliki jalinan kerjasama dengan petani atau penggilingan padi. Jasa calo juga terutama dibutuhkan oleh tengkulak atau pedagang pengumpul yang bukan merupakan penduduk asli daerah tersebut (BinaUkm.com, 2008)..
Hari kerja suatu industri jasa penggilingan padi adalah sekitar 100 sampai 200 hari per tahun bila panen dilakukan dua kali dalam satu tahun, dengan jam kerja antara 8 sampai 10 jam per hari. Bila pemilik penggilingan padi juga bertindak sebagai pedagang beras, maka hari kerja dapat bertambah sebab pemilik akan berusaha mencari gabah dari daerah lainnya untuk menjaga kontinuitas pasokannya(BinaUkm.com, 2008)..




2.2          Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
Sekarang ini Pemerintah telah resmi menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) atas gabah dan beras melalui Instruksi Presiden (Inpres) No 1/2008 tentang Kebijakan Perberasan yang sekaligus merevisi Inpres No 3/2007. Berdasar Inpres tersebut, HPP atas gabah kering panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan Rp2.200 per kg (naik Rp200), dan harga gabah kering giling (GKG) di gudang Bulog menjadi Rp2.840 per kg (naikRp240 per kg). Untuk HPP beras di gudang Bulog dinaikkan Rp300 menjadi Rp4.300 per kg. Harga pembelian gabah dan beras di tiga luar kualitas tersebut ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Hariyanto, 2008).
Dalam hal ini, BULOG yang seharusnya bertugas dalam pembelian gabah hasil panen dari petani ternyata kurang menjalankan fungsinya. Selama ini, pemerintah melalui BULOG membeli gabah dan beras bukan dari petani. Akan tetapi dari pedagang beras, yang terkonsentrasi di tangan beberapa distributor besar (atau tengkulak), yang bertindak sebagai oligopolis pasar. Jumlah penjual yang sangat terkonsentrasi ini menyebabkan setiap kenaikan harga gabah/beras, yang merupakan peningkatan defisit APBN, akan lebih banyak jatuh bukan pada petani akan tetapi sekedar dinikmati segelintir pedagang.


2.3          Kelembagaan dan Administrasi Dalam Masyarakat Petani
Setiap masyarakat hidup dalam bentuk dan dikuasai oleh lembaga-lembaga tertentu. Yang dimaksudkan lembaga (institution) di sini adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Lembaga-lembaga dalam masyarakat desa ada yang bersifat asli berasal dari adat kebiasaan yang turun temurun tetapi ada pula yang baru diciptakan baik dari dalam maupun dari luar masyarakat desa.
Lembaga-lembaga adat yang penting dalam pertanian misalnya pemilik tanah, jual beli dan sewa menyewa tanah, bagi hasil, gotong royong, koperasi, arisan dan lain-lain. Lembaga-lembaga ini mempunyai peranan tertentu yang diikuti dengan tertib oleh anggota-anggota masyarakat desa, di mana setiap penyimpangan akan disoroti dengan tajam oleh masyarakat. Adapun aspek kelembagaan yang mempunyai peranan sangat penting dalam pertanian dan pembangunan pertanian yaitu administrasi pemerintahan, pendidikan dan penyuluhan, kegiatan gotong royong dan lain-lain, faktor sosial budaya yang mempunyai pengaruh dalam pembangunan pertanian (Mubyarto, 1989:51-52). 
Administrasi yang baik merupakan kunci dari berhasilnya program-program kebijaksanaan pemerintah. Berdasarkan penelitian Guy Hunter dalam Mubyarto (1989:53-54) yang dilakukannya di India menyimpulkan bahwa persoalan administrasi pembangunan pertanian pada pokoknya menyangkut empat hal yaitu:
1. Koordinasi di dalam tindakan-tindakan administrasi pemerintah dalam rangka melayani keperluan  petani yang bermacam-macam seperti informasiinformasi pertanian, bantuan teknik, investasi dan persoalan kredit,
2. Pola hubungan yang senantiasa berubah antara jasa-jasa yang dapat diberikan oleh pemerintah dengan jasa-jasa para pedagang atau koperasi.
3. Masalah mendorong partisipasi petani dan penduduk desa dalam keseluruhan usaha pembangunan pertanian.
4. Masalah kelembagaan yaitu keperluan akan lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi tetentu pada tahap pembanguna yang senantiasa berubah.
Persoalan Modal dan Kredit Dalam Pertanian
Modal adalah nomor dua pentingnya dalam produksi pertanian dalam arti sumbangannya pada nilai produksi. Dalam arti kelangkaannya bahkan peranan faktor modal lebih menonjol lagi. Itulah sebabnya kadang-kadang orang mengatakan bahwa “modal” satu-satunya milik petani adalah tanah di samping tenaga kerjanya yang dinilai rendah.
Pengertian modal di sini bukanlah dalam arti kiasan yaitu barang atau apa pun yang digunakan untuk mencapai sesuatu tujuan. Tujuan petani dalam hal ini tidak lain adalah untuk mempertahankan hidupnya bersama keluarganya. Hidup petani bergantung pada pertanian, dan modalnya adalah tanahnya.
Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersamasama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru yaitu, dalam hal ini, hasil pertanian. Modal petani berupa barang di luar tanah adalah ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak dan alat-alat pertanian lain, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih di sawah dan lain-lain. Dalam pengertian yang demikian tanah dapat dimasukkan pula sebagai modal. Bedanya adalah bahwa tanah tidak dibuat oleh manusia, tetapi diberikan oleh alam, sedangkan yang lain, seluruhnya dibuat oleh tangan manusia (Mubyarto, 1989:106).
2.4          Kerangka Pikir
 


















2.5          Hipotesis Berpikir
Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka berpikir dapat diajukan hipotesis yaitu diduga rendahnya harga gabah di Kelurahan Waetuo, Kecamatan tanete Riattang Timur, Kabupaten Bone hanya dipengaruhi/ diatur di tingkat Pengusasaha penggiling padi sebagai pilihan petani untuk menjual gabahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar